Terdiam di kamar selama weekend itu sangatlah menenangkan, tetapi jika sendiri, mungkin gangguan kecemasan itu akan semakin menggila.
Hari ini teman sekamarku pergi berlatih vokal untuk persiapan pentasnya di eropa.
“Biasanya kau merasa terganggu jika video call kita terganggu oleh teman sekamarku yang berlatih vokal. Aku sungguh merindukan caramu menunjukan wajah terganggu itu. Kini momen itu sudah sirna.”
Teman sekamarku mengatakan “kenapa akhir-akhir ini aku jarang melihatmu ke pura?”,
Aku hanya tertawa, “baiklah, karena kamu tidak dikamar hari ini, maka aku juga akan keluar, ke pura pilihan yang bagus, terima kasih sudah mengingatkan dosaku, hahaha”
Aku bergegas mandi sambil mengambil nada dan menyanyikan lagu rohani yang ku karang sendiri dalam kepalaku.
Masih antara yakin tak yakin, haruskah aku pergi? Atau dirumah saja? Tapi sangat konyol jika aku berbohong pada teman sekamarku. Aku menyusun tekadku keluar dari kamar mandi, untuk segera mengenakan make up, menyiapkan kebaya, selendang dan kain sebagai pakaian sembahyangku. Doa apa yang akan kupanjatkan hari ini? Entahlah? Pastilah aku akan seperti seorang dukun yang mengulang mantra yang sama, memohon agar pujaan hatiku kembali padaku. Hahaha. Jangankan berdoa di pura, saat aku berdoa sebelum makan saja, permohonanku hanya tentangnya.
Bersolek dengan eyeshadow yang baru saja aku beli kemarin. Warnanya cukup tegas juga, mataku jadi semakin terlihat indah. Mengenakan make up seperti ini, mengingatkanku mengenai brush make up ku yang harus dicuci setelah sekian lama. Terlebih lagi saat di Bali sepupu kecilku menggunakan kuasnya untuk merias boneka. Wah kenangan itu juga mengingatkanku saat lelaki itu melakukan video call dan berinteraksi dengan sepupu kecilku yang imut. Mengapa semua hal membawa pikiranku padanya? Aku seperti sudah gila.
Saatnya mencuci kuas make up. Apa yang harus kupakai untuk mencucinya? Hahaha, aku tidak punya sabun khusus, oh mungkin shampo. Karena kuas make up mirip seperti rambut. Udara di luar terlalu panas, tak seharusnya aku pergi tepat di jam 1 siang. Aku memutuskan untuk mengambil tripod dan membuat konten untuk platform tiktok dan YouTube ku. Namun sebelumnya aku perlu melakukan riset lagu yang sedang populer agar kontenku lebih asik. Membuat konten mengenakan kebaya dan make up akan menjadi konten yang paling niat, hahaha. Biasanya aku membuat konten ketika sudah lusuh sepulang dari kantor atau ketika aku bangun dari tidurku. Aku tidak memiliki jadwal khusus. Semuanya sesuka hatiku.
Setelah satu jam membuat video dan memasukannya dalam draft, aku merasa cukup puas karena cukup produktif. Bergegas menuju halte menunggu bus. Suasana jalanan tidak menyedihkan dan sepertinya aku menikmati perjalanan selama 40 menit itu. Semua draft video yang tersimpan kubuka satu persatu dan kubuatkan caption untuk di posting di dua platform. Ini begitu menyenangkan. Bahkan saat didalam bus aku tetap produktif . Oh … sungguh aku ingin hidup yang seperti ini, seterusnya dan konsisten. Agar tak ada sedikitpun waktuku terbuang. Menunggu jumlah penonton yang datang aku kembali mengedit video lainnya. Wah aku sangat bangga bahkan hanya sedikit waktu yang kupakai mengedit video selanjutnya, video sebelumnya sudah ditonton ratusan orang dan itu berlanjut secara terus menerus. Ini menyenangkan, seperti semacam dopamin. Aku harus berterima kasih pada Tuhan setiap harinya, karena anugrah kemampuan yang telah diberikan. Tanpa kasih karuniaNya mungkin patah hatiku akan berujung pada bunuh diri. Tapi lihatlah, aku masih bertahan, walaupun tampak sedikit gila.
Waktu dari halte menuju pura sekitar 10 menit, namun langit terlihat mendung dan gerimis sudah sempat menetes. Sial, ini mengingatkanku lagi padanya, dia selalu bertanya apakah aku sudah membawa payung dan beberapa kali mengatakan langit menangis sebagai perumpamaan hujan. Ahh ini membuatku benar-benar gila. Tapi kupikir semesta lebih melindungiku hari ini, karena hujannya perlahan menghilang saat aku sudah mendekati pura. Menyucikan diri dengan air suci di depan pintu masuk pura, mengambil bunga dan dupa lalu duduk bersimpuh untuk memulai ritual doa. Ini biasanya menghabiskan waktu 15 menit, namun aku ingin menggunakan waktu setelahnya untuk meditasi. Pemusatan pikiran kepada penguasa semesta dan menyampaikan harapan-harapanku tentunya menenangkan jiwaku. Telingaku terkejut, ada suara tawa perempuan dan laki-laki di samping telingaku, mengapa mereka sangat berisik? Apa mereka tidak bisa melihat ada seorang single yang sedang fokus bermeditasi? Dimana nurani mereka? Sepasang kekasih yang masih menikmati indahnya asmara, sangat terlihat menikmati kebersamaan mereka. Tapi bukannya mereka seharusnya sadar? Jika sudah memasuki dalam pura harusnya mereka tidak bersuara dan fokus. Aku tidak ingin niat tulusku ke rumah Tuhan hari ini berubah menjadi amarah. Jadi kuputuskan untuk menghentikan meditasi dan menghampiri orang suci untuk meminta air suci dan bija penutup ibadahku hari ini.
Keluar dari area ibadah aku terasa lapar, memang sekitar area pura ini menjual berbagai olahan babi. Wah aku harus segera ke toilet membuka kebaya dan mengenakan kaos yang lebih nyaman, aku akan makan bakso ayam. Biasanya aku makan babi, tapi sepertinya minggu depan saja, aku terasa sudah cukup rakus minggu ini, aku sedikit prihatin pada ususku jika harus bekerja lebih keras. Sembari menunggu pesanan bakso datang, aku kembali mengedit dan posting konten. Wah sungguh luar biasa, suami di masa depan sangatlah beruntung jika bisa mendapat perempuan multitalenta sepertiku. Hahaha. Begitulah aku selalu membanggakan diriku, untuk menyenangkan diriku sendiri, namun tenang saja, aku bukan seseorang yang akan mengatakan kesombongan ini pada orang lain.
Saat memasuki bus, aku yang awalnya menulis blog sambil berdiri menjadi serakah karena mendapati satu kursi kosong, akhirnya aku bisa lebih menikmati waktu menulisku di dalam bus. Namun semua terhenti ketika anak kecil berusia kira-kira 4 tahun terjatuh karena tidak dapat tempat duduk, pengemudi bus hari ini cukup arogan. Sontak saja semua orang di dalam bus terkejut, lalu aku segera meraih tubuh anak kecil itu dan membawanya ke pangkuanku. Sang ibu hanya tertawa memandangi anaknya. Lalu si kecil ini memandang ke arah kakaknya yang sedang mempraktikkan gerakan tren di tiktok. Aku tertawa di dalam hati, peristiwa konyol apalagi ini? Kakak dari si kecil ini sepertinya berbakat menjadi kreator, hahaha. Akhirnya sang ibu mendapat tempat duduk dan bisa memangku anaknya. Begitulah hariku yang berusaha tampak tak peduli namun tak bisa membohongi nurani untuk peduli. Berusaha menahan amarah dan mencegahnya datang dengan menghindar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar