Jumat, 09 Mei 2025

Yang Sakit, Disembuhkan

Di saat sakit datang padaku. Itu membawaku teringat pada kenangan masa lalu dimana aku pernah hampir meninggal karena sakit.
Suatu sore dimana begitu banyak nyamuk di sekitaran rumahku. Saat itu wabah demam berdarah sedang merajalela di Bali.
Ada ribuan kasus positif demam berdarah dalam sehari, ada banyak juga nyawa yang melayang saat itu.
Aku dan ibu membakar tempat telur di depan teras rumah, sambil bercanda, berharap tak banyak nyamuk yang datang.
Namun, kurasa itu tak mungkin mudah ditangani, karena rumah kami seperti berada di dalam hutan.
Justru dengan duduk di teras, nyamuk lebih banyak menyengat tubuhku.
Di suatu pagi aku berangkat ke sekolah dengan tubuh yang demam namun aku tidak memberi tahu ayah dan ibu karena aku tidak mau mereka kawatir padaku. Kupikir hidup mereka sudah cukup lelah, jadi untuk apa kubebani dengan demamku yang tidak seberapa.
Lalu saat pulang sekolah dan malam aku tertidur, badanku semakin panas, aku sudah tidak bisa menutupinya, ibu mendekapku, sesekali aku mengigau.
Ibu sangat panik karena aku mengigau sangat aneh dengan berkata “selamat tinggal, ayah dan Ibu”
Lalu pagi hari aku terbangun kembali penuh semangat seperti tidak terjadi apa-apa.
Aku pergi ke sekolah dengan ceria.
Sampai di kelas aku masih bisa mengikuti setengah dari pelajaran, namun sisanya aku hanya menunduk.
Aku melihat pada kuku tanganku, warnanya menguning, itu sangat aneh. Tidak seperti demam biasanya.

Jam pulang sekolah ayah menjemputku. Dia sudah tau bahwa aku harus segera dilarikan ke rumah sakit.
Ibuku menangis, namun aku hanya bingung, kenapa ibu seperti itu.
Aku merasa diriku baik-baik saja.
Sampai di rumah sakit semua dokter dan perawat memeriksa dan memasang alat-alat vital.
Ternyata aku masuk ke ruang ICU, apakah aku separah itu? Mereka bahkan mengambil foto paru-paruku dan mengatakan ada cairan di paru-paruku.
Dokter berjaga 24 jam di samping tempat tidurku.
Aku tidak bisa mengingat banyak hal.
Dalam satu hari perawat mengambil sampel darahku lebih dari 3 kali.
Mereka terus menyuntikan jarum di tangan kanan dan kiriku, mengapa mereka begitu jahat saat itu? 

Padahal tangan kiri dan kananku sudah dipasang infus, bahkan tangan kananku dipasang dua infus sekaligus.
Mungkin mereka memiliki sedikit rasa iba pada saat itu sehingga pengambilan sampel darah selanjutnya diambil di pembuluh darah pada kakiku.
Sudah jelas itu pasti karena darah ditanganku sudah habis, hahaha.
Ibuku terus berada disampingku sambil berdoa.
Dokter yang berjaga mengatakan pada ibu, dibeberapa kasus sebelumnya, dengan kondisi separah diriku, sudah banyak yang meninggal.
Tetapi ibuku adalah ibu yang paling hebat di dunia, dia tidak menyerah. Dia terus memaksaku minum air putih dan berbagai cairan yang menaikan trombosit, ibu tidak berhenti berdoa.
Namun hatinya pasti sangat hancur saat itu.
Karena dalam satu hari sudah pasti ada dua pasien yang meninggal.
Ketika monitor jantung sudah membunyikan ritme yang menyeramkan itu, ibu sudah bersiap menutup tirai di sampingku agar aku tidak melihat pasien lain yang pergi ke surga lebih dulu.
Aku penasaran, apakah mereka masih mengingatku sebagai teman seperjuangan di surga sana? Mungkinkah mereka sudah terlahir kembali?
Ibu mengabari sahabatnya Cathy, untuk meminta pertolongan doa, sungguh ibuku yang berhati polos dan suci.
Sedangkan ayah tidak berhenti berdoa dan meminta nenek untuk membuat berbagai persembahan di Pura agar para dewa menolongku.
Cathy mengatakan pada ibu agar tidak kawatir, dia tidak memiliki agama tetapi dia percaya keajaiban. Cathy memanggil para pendeta dan membuat pergumulan doa untuk mendoakan aku.
Malam hari, ibu tidur disampingku dan juga ada dokter yang berjaga di bawah kakiku.
Ibu mengatakan pada saat itu dia bermimpi ada sinar putih berkilau beterbangan diatas ranjangku.
Pagi harinya saat pengambilan sampel darah, darahku sudah tidak terlalu kental dan trombositku mendekati normal.
Semua dokter yang berjaga di ruang ICU begitu heran.
Bahkan saking senangnya mereka mengatakan akan memberikan aku hadiah coklat karena aku sudah semangat berjuang dalam beberapa hari itu.
Ibuku bisa sedikit tenang namun dia tidak lengah dan terus memberiku air minum dan minuman trombosit.
Akhirnya aku dipindahkan ke ruang perawatan normal.
Aku sangat senang karena akhirnya semua kabel monitor jantung tidak lagi ada di tubuhku.
Ibu bertanya padaku apakah aku akan merayakan ulang tahunku di rumah sakit atau di rumah.
Tentu saja aku bilang “dirumah”, karena teman-temanku pasti menunggu.
Ibu pun bersemangat menyiapkan makananku lebih banyak dan terus memantau kebutuhan cairan di tubuhku.
Akhirnya disuatu sore dokter mengatakan “besok kamu mau pulang kan? Besok ulang tahun ya? Jadi hari ini tensi dan trombositmu harus lebih hebat ya”.
Dengan senyum berbinar aku mengatakan pada dokter “siap dokter, aku akan pulang besok”
Benar saja, keesokan harinya aku sudah diperbolehkan kembali ke rumah.
Sampai di rumah teman-temanku sudah menunggu.
Tapi mereka sangat lucu karena bersembunyi di balik pintu, lalu mengagetkanku saat aku memasuki ruang tamu rumahku.
Balon-balon sudah terpasang dan ada kue ulang tahun diatas meja.
Mungkin ada sekitar 10 orang temanku yang datang.Tiga diantaranya menangis sangat kencang.
Aku sangat heran kenapa mereka menangis, karena mereka sebenarnya adalah teman-teman SD ku yang jahil.
Namun aku tetap bahagia, Tuhan begitu mendengar doa ayah dan ibu serta teman-temanku.
Dunia yang Tuhan ciptakan ternyata sangat unik dan memberikan banyak pengalaman bermakna dalam hidupku.
Bahkan ini sudah seperti ulasan film.


(dk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar